Pancasila mengandung makna
yang amat penting bagi sejarahperjalanan Bangsa Indonesia. Karena itulah
Pancasila dijadikan sebagai dasar negara ini. Artinya segala tindak tanduk dari
orang-orang yang termaktub sebagai warga negara dari republik yang bernama
Indonesia, haruslah didasarkan pada nilai-nilai dan semangat Pancasila. Apakah
dia sebagaiseorang politisi, birokrat, aktivis, buruh, mahasiswa dan lain
sebagainya. Akan tetapi banyak kenyataan yang bisa membuktikan bahwa
nilai-nilai dan semangat Pancasila sudah kurang membumi. Salah satu bukti
bahwasemangat dan nilai Pancasila tidak membumi di negeri ini adalah terlihat
dari kebersamaan dan persaudaraan kita yang mulai melemah. Padahal dilihat dari
sejarahnya bahwa bangsa ini dari awalnya adalah bangsa yang kaya akan
keberagaman. Kaya akan perbedaan. Singkatnya, bangsa ini adalah bangsa yang
pluralistik. Keberagaman menjadi jati diri kita sebagai sebuah bangsa. Karena
itu, keberagaman tidak perlu dihilangkan. Dia hanya perlu dihargai, dihormati
dan diperlakukan secara adil.
Akan tetapi, beberapa waktu
yang lalu khususnya ketika menjelang Pilkada di beberapa daerah, keberagaman
itu “terkoyak-koyak” oleh karena kepentingan politik sesaat. Keberbedaan,baik
dari segi suku, agama, warna kulit bukan untukdieksploitasi untuk kepentingan
sesaat, apalagi yang sifatnya individual. Tetapi lebih dijadikan sebagai
potensi untuk memperkaya khasanah demokrasi. Kemudian, bagaimana eksistensi
budaya nasional yang bertumpu pada nilai-nilai budaya yang masih hidup dan
dihayati oleh masyarakat dikembangkandan dimanifestasikan dalam praxis
kehidupan di masyarakat.
Belakangan ini, terjadi
perdebatan tentang penempatan Pancasilasebagai satu-satunya asas dalam
pendirian partai. Sebetulnya, jika kita pahamakan makna dan nilai-nilai
kesaktian Pancasila, maka perdebatan itu tidak perlu lagi terjadi. Kita tidak
lagi kembali ke belakang. Maka yang seharusnyadiperdebatkan dengan cerdas dalam
pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) paket politik, khususnya RUU Partai
Politik (Parpol), adalah bagaimana menata agar parpol lebih aspiratif terhadap
keberadaan rakyat sertaperanannya dalam konsolidasi demokrasi kita.
Pancasila dan UUD 1945 sudah
final dan tidak boleh lagi diganggu gugat sebagai landasan dan falsafah yang
mengatur dan mengikat kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila pun terbukti
sangat ampuh sebagai pedoman kehidupan bersama, termasuk kehidupan dalam
berpolitik. Tidak ada yang lain. Ideologi Pancasila dan UUD 1945 tidak perlu
lagi diperdebatkan lagi. Itu sudah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia
ketika negara in ididirikan. Bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
tersebut adalah hasil dari penggalian karakter dan budaya masyarakat Indonesia.
Kemudian, kita patut bertanya, apa gerangan yang terjadi dengan perubahan
politik kita sehingga Pancasila tidak layak lagi dijadikan sebagai asas dari
seluruh perikehidupan berbangsa dan bernegara, termasukkehidupan berpolitik?
Adakah sesuatu yang berubah dengan sejarah kita? Sejarah kesaktian Pancasila
adalah sejarah yang sangat berharga.
Peringatan Hari Kesaktian
Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan sebagai kesempatan untuk
merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan kesaktian Pancasila itu
sendiri. Hal ini penting khususnya bagi generasi muda bangsa ini. Generasi baru
tidak akan memiliki rasa percaya diri dan kebanggaan atas bangsa ini tanpa
mengenali sesungguhnya sejarahkehidupannya.
Di tengah terpaan pengaruh
kekuatan global, kita seharusnyamenguatkan dan memperlengkapi diri agar tidak
terjerembab dalam lika-liku zaman sekarang ini. Salah satunya adalah dengan
menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai energi untuk membangun
kembali jati diri bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya jika mau
kembali menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila
itu sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal tunggal dan
menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia,
termasuk kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai salah satu
infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir dinegara ini,
harus tunduk dan taat pada Pancasila
Fakta sejarah yang hinga
saat ini masih diperdebatkan mengenai peristiwa G 30 S PKI hendaknya tidak
mengubah rasa memiliki kita terhadap pancasila yang sudah jelas-jelas berperan
sebagai simbol pemersatu bangsa. Berbagai peristiwa yang pernah terjadi
semenjak proklamasi 17 agustus 1945 hingga saat ini, yang pada akhirnya tidak
menggoyahkan pancasila sebagai dasar negara merupakan hal yang disebut sebagai
kesaktian pancasila.
Kesaktian disini bukan
diartikan pancasila secara aktif mampu melakukan sesuatu, melainkan pandangan
serta nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila mampu ditranformasikan oleh
komponen bangsa dalam berkehidupan kebangsaan dan bernegara.
Peristiwa lubang buaya, yang
merupakan puncak dari keganasan G 30 S PKI telah memakan korban putra-putra
terbaik bangsa, yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen. TNI Anumerta
Suprapto, Letjen. TNI Anumerta S. Parman, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono,
Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan, Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S, dan
ditambah satu Perwira Pertama Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean. Kepada
mereka dianugerahkan gelar Pahlawan Revolusi. Dilokasi tersebut juga di bangun
sebuah tugu untuk menghormati pahlawa-pahlawan tersebut, Tugu tersebut dinamai
Tugu Kesaktian Pancasila.
Meletusnya pemberontakan G
30 S PKI, sampai di bubarkan dan dilarangnya berkembang paham komunis di
indonesia, terbitnya Supersemar, hingga tumbangnya pemerintahan Presiden
Soekarno merupakan tonggak berdirinya pemerintahan baru yang di pimpin oleh
presiden Soeharto yang disebut sebagai pemerintahan orde baru. Orde baru
berhasil memerintah indonesia selama 32 tahun lamanya sebelum di gantikan oleh
gerakan reformasi.
Peristiwa 1 Oktober 1965
tersebut kemudian telah melahirkan suatu orde dalam sejarah pasca kemerdekaan
republik ini. Orde yang kemudian lebih dikenal dengan Orde Baru itu menetapkan tanggal
1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai
hari libur nasional. Penetapan itu didasari oleh peristiwa yang terjadi pada
hari dan bulan itu, dimana telah terjadi suatu usaha perongrongan Pancasila,
namun berhasil digagalkan. Belakangan setelah orde baru jatuh dan digantikan
oleh orde yang disebut Orde Reformasi, peringatan hari Kesaktian Pancasila ini
sepertinya mulai dilupakan. Terbukti tanggal 1 Oktober tersebut tidak lagi
ditetapkan sebagai hari libur nasional sebagaimana sebelumnya.
Selama masa pemerintahan
orde baru setiap tanggal 1 Oktober selalu di adakan upacara peringatan hari
kesaktian pancasila, begitu juga pada masa pemerintahan berikutnya. Di masa
Presiden Megawati Soekarnoputri kepala negara tidak menghadiri upacara yang
dipusatkan di Lubang Buaya. Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono hari bersejarah yang diarayakan setiap tanggal 1 Otober ini dimaknai
secara lebih luas. Jika pada perayaan-perayaan sebelumnya Kesaktian Pancasila
selalu dikaitkan dengan penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia (G-30-S/PKI), maka kali ini "sejarah" Kesaktian Pancasila
dimaknai sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agsutus 1945.
Demikian versi baru upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang
berlangsung di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Selain
pemaknaan yang baru atas sejarah, hal baru lainnya adalah upacara kembali
dipimpin oleh presiden Republik Indonesia serta disertai dengan pembacaan
naskah ikrar yang menyebutkan bahwa sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) diproklamasi pada 17 Agustus 1945 terjadi banyak rongrongan terhadap
Pancasila dan NKRI baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri.
Namun, bangsa Indonesia mampu mempertahankan Pancasila dan NKRI.
Silahkan downlod pedoman
peyelenggaraan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2015 di: : http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/sites/default/files/Pedoman%20Hari%20Kesaktian%20Pancasila%20Tahun%202015.pdf
0 komentar:
Post a Comment